Genjer Disulap Jadi Produk Unggulan, Mahasiswa KKN UINSA Bawa Genjer Naik Kelas di Bondowoso

0
Kelompok KKN 149 UIN Sunan Ampel Surabaya

Liputanjatim.com – Genjer, sayuran yang kerap dianggap tidak bernilai dan hanya jadi pilihan terakhir di pasar, kini menjelma menjadi produk unggulan yang membanggakan. 

Semua bermula dari tangan-tangan kreatif mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 149 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, yang berhasil mengangkat genjer, sayuran yang semula hanya dipandang sebelah mata menjadi produk unggulan yang bukan hanya layak jual, tetapi juga mampu membangkitkan geliat ekonomi warga Desa Sukodono, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso.

Genjer yang dulunya sekadar ditumis dan dijual seadanya di pasar, kini tampil dalam bentuk kripik gurih, rempeyek renyah, kue genjer unik, bahkan cilok berbasis genjer. Ide cemerlang ini tak lahir begitu saja, melainkan dari kepekaan mahasiswa terhadap potensi lokal yang selama ini terabaikan.

“Di pasar kami lihat genjer hanya ditumpuk dan jarang dibeli. Saat musim hujan, malah sering dibuang karena membusuk. Itu menyentuh hati kami. Padahal ini potensi lokal yang luar biasa,” tutur Shafira Nuraini, salah satu anggota KKN 149 UINSA, Jumat (4/7/2025).

Perkenalan warga terhadap berbagai olahan genjer dimulai saat digelarnya sosialisasi dan demo masak bersama ibu-ibu PKK di Balai Desa Sukodono pada Senin (23/6/2025). Antusiasme warga sangat tinggi, mereka tidak hanya melihat, tetapi juga ikut langsung dalam proses pembuatan.

Dalam kegiatan itu, ada empat varian olahan genjer yang diperkenalkan: kripik genjer, rempeyek genjer, kue genjer khas lebaran, dan cilok genjer. Meski cilok masih dalam tahap penyempurnaan, tiga produk lainnya langsung mencuri perhatian.

“Kami membentuk tiga kelompok khusus untuk pengembangan resep. Trial and error kami lakukan selama beberapa hari sebelum sosialisasi. Hasilnya, tiga produk berhasil kami finalisasi dan siap dipasarkan.” jelas Aini, sapaan akrabnya.

Produk Olahan Genjer Curi Perhatian di Pameran Festival Muharram

Produk olahan tersebut dijual seharga Rp3.500 per bungkus. Bahkan karena keunikannya, produk ini ditampilkan dalam Bazar Festival Muharram Kecamatan Pujer yang berlangsung sejak 26 Juni hingga 5 Juli 2025.

Respons warga sangat positif. Banyak yang terkesan dengan rasa dan kemasan produk, termasuk kepala dan sekretaris desa yang menyampaikan apresiasinya secara langsung. 

Salah satu ibu PKK bahkan menyebut inovasi ini sangat membuka wawasan mereka soal potensi genjer yang selama ini terabaikan.

“Ide yang luar biasa, rasanya enak, dan yang terpenting sehat karena tanpa micin. Inovasi ini benar-benar membuka wawasan kami bahwa genjer bisa bernilai tinggi,” ungkap salah satu ibu PKK yang enggan menyebutkan namanya.

Warga juga menilai bahwa mahasiswa UINSA tidak hanya datang dengan program, tapi benar-benar membaur, menggali potensi lokal, dan berinovasi. Banyak dari ibu-ibu PKK yang mengaku termotivasi untuk mengembangkan usaha berbasis produk lokal pasca sosialisasi ini.

Satu Visi, Tanpa Janji: Kolaborasi pun Terbentuk

Di tengah geliat kegiatan KKN, sebuah momen tak terduga terjadi. Beberapa hari setelah kegiatan sosialisasi, pegawai Bank BRI yang kebetulan melintas di sekitar Balai Desa Sukodono menyempatkan diri mampir dan berbincang dengan para mahasiswa.

Awalnya mereka hanya mengobrol santai. Namun, pihak BRI kemudian membuka obrolan untuk mengadakan sosialisasi tentang pemanfaatan potensi lokal, khususnya genjer, di desa. Mahasiswa pun terkejut karena program kerja (proker) mereka ternyata sudah lebih dulu berfokus pada inovasi olahan genjer.

“Tadinya cuma ngobrol biasa, eh tiba-tiba mereka cerita mau bikin sosialisasi soal potensi genjer di desa. Kami yang denger langsung kaget, soalnya itu persis sama dengan program kami dari awal,” jelas Adi Amar, Ketua kelompok KKN saat diwawancarai.

Momen kebetulan itu kini berkembang menjadi wacana kolaborasi antara mahasiswa KKN UINSA dan pihak Bank BRI untuk sosialisasi genjer dalam konteks UMKM dan ketahanan pangan desa.

Meski masih dalam tahap rencana, kolaborasi ini memberi harapan besar. Bukan hanya bagi mahasiswa KKN yang ingin meninggalkan dampak jangka panjang, tetapi juga bagi warga desa yang perlahan mulai melihat genjer sebagai peluang usaha, bukan sekadar tanaman rawa.

“Inovasi ini bukan sekadar tugas KKN. Kami berharap genjer bisa benar-benar jadi sumber penghidupan baru di desa ini, sekaligus menjaga identitas lokal.” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini