DPRD Gresik Sepakat 6 Butir Ranperda Tahap 1 Tahun 2022 Siap Diajukan Fasilitasi Kepada Gubernur Jatim

Liputanjatim.com – Enam (6) butir Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) DPRD Gresik tahap 1 tahun 2022 telah resmi disepakati dan siap diajukan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa guna proses pembinaan (fasilitasi).

Perlu diketahui, bahwa dari 6 butir aturan tersebut telah disepakati dan disampaikan oleh masing-masing 3 (Tiga) Pimpinan atau Ketua Pansus I, II, dan III, dalam sidang rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gresik.

Ketua Pansus I M. Syahrul Munir dalam penyampaian konsideran ‘Ranperda Fasilitasi Kemitraan Berusaha Daerah’ mengungkapkan, bahwa hal itu bertujuan untuk penyediaan fasilitas kemudahan akses masyarakat pelaku usaha, mulai dari Usaha  Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam pengembangan produk dan investasi di kabupaten Gresik.

Meski demikian, lanjut Syahrul, dalam hal pelaksanaan aturan tersebut tetap harus sejalan dan mengacu pada peraturan yang berlaku seperti UU Cipta Kerja, UU penanaman modal dan regulasi perijinan saat ini.

“Kemitraan Kegiatan Berusaha Daerah lahir dengan filosofi bahwa konten lokal daerah 

harus berkontribusi penuh dan dilibatkan dalam strategis internal kabupaten Gresik,” kata M. Syahrul Munir saat menyampaikan hasil Ranperda Pansus I, pada hari Senin (11/07/22).

Kemudian dalam penyampaian Ranperda kedua tentang ‘Pengelolaan Keuangan Daerah’ Munir menjelaskan jika Ranperda tersebut mengatur mengenai langkah efektif dan efisien dalam proses perencanaan keuangan belanja Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang harus berkesesuaian dengan anggaran SDM yang telah disepakati dalam batas aturan yang ada.

“Hal-hal yang muncul dalam pembahasan, yakni daerah wajib mengalokasikan belanja pegawai daerah diluar tunjangan Guru dalam alokasi Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), yaitu batas paling tinggi sebesar 30% dari APBD. Dari sini tentu pemerintah mendapat tantangan untuk lagi merampingkan belanja pegawai ketika Perda ini disahkan,” jelas Syahrul.

Masih dengan Syahrul, pihaknya juga turut menyampaikan mengenai belanja infrastruktur publik, bahwa daerah harus mengalokasikan 40% belanja infrastruktur publik paling rendah 40% dari total belanja APBD diluar belanja bagi hasil atau transfer kepada daerah maupun desa. 

Sehingga nantinya pembangunan infrastruktur akan menjadi lebih primadona dalam berbagai kegiatan daerah, karena dalam porsi APBD dalam isi mandat aturan ini jumlahnya lebih besar.

“Pada pembahasan belanja hibah juga menjadi perhatian dengan adanya aturan Permendagri 77 tahun 2020 dengan secara otomatis Permendagri 99 tahun 2019 tentang perubahan Kelima atas Permendagri no. 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian Hibah dan bantuan sosial bersumber pada APBD secara resmi dicabut,” imbuhnya.

Selanjutnya, Ketua Pansus II Muhammad Zainuddin juga menyampaikan hasil bahasan dari konsideran Ranperda mengenai ‘Kawasan Perumahan dan Kawasan Permukiman’.

Sehingga dari intensif dan tingginya mobilisasi penduduk yang merambah pada multi sektor atas tata ruang dewasa kini. Maka sudah seharusnya diberikan regulasi formal berupa peraturan daerah dengan harapan.

Untuk itu, pengembangan perumahan dan permukiman nantinya diharapkan sesuai dengan peruntukannya. Sekaligus sebagai langkah antisipatif atas berkurangnya lahan pertanian yang bergeser pada kawasan perumahan.

“Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 tahun 2021 tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman. Untuk itu, maka diperlukan peraturan daerah penyebaran peraturan perumahan dan kawasan permukiman di kabupaten Gresik yang mencabut dan dinyatakan tidak berlaku peraturan daerah kabupaten Gresik no. 12 tahun 2019 tentang penyediaan, penyerahan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman,” terang Muhammad Zainuddin.

Zainuddin merinci, bahwa Perda kabupaten Gresik no. 12 tahun 2019 dan hal-hal yang muncul dalam bahasan luasan minimal perencanaan permukiman perumahan ditetapkan sedikit seluas 1000-5000 meter persegi bagi perorangan dan bagi badan hukum.

“Ranperda Kawasan Permukiman dan Perumahan sudah menuruti perda yang ada, sehingga dinilai perlu mencabut beberapa Perda di kabupaten Gresik. Pertama, mengenai perda nomor 6 tahun 2016 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan permukiman kumuh, Ranperda no. 12 tahun 2019,” sambung Zainuddin.

Dilanjut mengenai Ranperda ‘Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin’. Ranperda tersebut merupakan perubahan atas peraturan daerah nomor 1 tahun 2013 tentang bantuan hukum untuk masyarakat miskin.

Sebagaimana bunyi dari Pasal 34 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, bahwa fakir miskin dan anak anak terlantar dilindungi oleh negara.

Bertolak dari narasi berita diatas, Zainuddin menegaskan, bahwa konsekuensi logis dari ketentuan pasal 34 ayat 1 UUD 1945 perhatian bantuan hukum harus juga diberikan kepada fakir miskin yang merupakan tanggung jawab negara. Dalam hal ini pemerintah melalui pemerintah daerah kabupaten untuk mengusahakan kesamaan dihadapan hukum serta hak untuk dibela oleh advokat.

“Maka ketetapan hukum telah diterima secara hukum universal yang ada dengan ketepan tersebut, harapannya adalah menjauhkan masyarakat miskin dari segala bentuk diskriminasi. Kepada personal perorangan maupun sekelompok orang yang memiliki identitas kependudukan yang sah di daerah.

Secara litigasi ataupun non litigasi,” beber Zainuddin.

Berhenti Di Ketua Pansus III, Muhammad Nasir Kholil, yang membawa Ranperda ‘Lembaga Penyiaran Lokal Radio Suara Giri Gresik’ dan ‘Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh’. 

Pihaknya secara lugas singkat menyampaikan, bahwa dalam menunjang akses informasi dan memperoleh dukungan yang lebih besar dari masyarakat. Sehingga jejaring Informasi melalui Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio Suara Giri Gresik harus memiliki payung hukum yang jelas, termasuk dalam segi penganggaran nantinya bisa diolah secara segi profesional kelembagaan.

Sedangkan, ‘Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh’, Nasir memperjelas arah daripada simpul aturan tersebut, diantaranya adalah tentang perumusan binaan kepada petugas zakat (Muzaki) hingga pada akselerasi pendistribusian kebutuhan zakat tepat sasaran.

“Pemerintah berkewajiban memberi Perlindungan, Pembinaan, dan Pelayanan kepada Muzaki dan Lembaga. Supaya memiliki integritas kejujuran dan amanah dalam mengelola dana umat. Maka perlu ditunjang dengan sistem pengelolaan yang baik efektif dan efisien mulai dari pembinaan kepada petugas zakat hingga dalam ranah pendistribusian,” tandasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here