Ramai Tolak Sekolah Negeri: Pendirian Sekolah Baru Bukan Solusi Perbaiki Kualitas Pendidikan

Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Anik Maslachah saat menerima audiensi dari perwakilan guru SMA, BMPS Sidoarjo di Kantor DPRD Jawa Timur

Liputanjatim.com – Adanya wacana pendirian sekolah baru tingkat SMA atau SMK negeri di Kabupaten Sidoarjo kini mendapat penolakan dari sejumlah stakeholder, diantaranya dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS). Pendirian sekolah negeri tersebut dianggap kurang rasional. Sebab di Sidoarjo sudah banyak sekolah tingkat SMA yang telah diberi izin oleh pemerintah namun tidak mendapatkan dukungan yang maksimal dari pemerintah.

“Itu aja  (SMA/SMK swasta yang  sudah ada) yang dimanfaatkan, dimaksimalkan. Tidak usah mendirikan yang negeri dulu, karena mendirikan sekolah negeri pada hakikatnya mengancam sekolah swasta,” ungkap Ketua BMPS Sidoarjo A Zainul Afani.

Karena itu, dirinya bersama dengan perwakilan guru SMA se-Sidoarjo mendatangi kantor DPRD Jawa Timur, Senin (14/2/2022) untuk audiensi dengan legislator Jawa Timur. Ia menyampaikan aspirasinya keluh kesahnya bagaimana realitas pendidikan tingkat SMA di daerah. Menurutnya, SMA, MA ataupun SMK yang sudah mendapatkan ijin proses belajar mengajar belum sepenuhnya didukung oleh kebijakan anggaran pendidikan pemerintah. Mulai dari soal sarana dan prasarana pengembangan skill siswa hingga soal kesejahteraan para guru. Sehingga wacana pendirian sekolah baru menjadi pertanyaan karena diwaktu yang bersamaan, masalah sarana-prasarana dan kesejahteraan guru belum terpenuhi.

Mendengar aspirasi yang tersampaikan itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Anik Maslachah mengatakan bahwa tugas negara ada dua. Pertama pemerintah harus memastikan setiap anak anak bisa mengakses pendidikan minimal tingkat SMA sederajat dengan mudah tanpa mengalami kesulitan untuk belajar. Sebab itu, ketersediaan ruang belajar dengan sarana yang memadai menjadi tugas pemerintah. Tugas kedua dari negara adalah menciptakan suasana belajar yang berkualitas.

“Kalau dirasa dalam satu komunitas/wilayah sudah berdiri banyak sekolah dari total populasi yang dibutuhkan,  tidak harus kemudian mendirikan sekolah bar. Di sini izin pendirian perlu diperketat, feasibility study menjadi bagian penting untuk syarat pendirian sekolah baru,” terangnya.

Untuk itu,  Anik menyebutkan pendirian sekolah baru dengan status negeri bukan menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Timur khususnya Sidoarjo. Sebab di dapilnya tersebut sudah ada 236 sekolah tingkat SMA sederajat. Dari total jumlah sekolah tersebut dianggap cukup untuk menampung semua populasi anak usia sekolah SMA. Terlebih lagi, pemerintah juga belum menyelesaikan persoalan minimnya sarana dan prasarana yang memadai dan menunjang proses belajar mengajar di sekolah swasta.

“Sejak take over sekolah SMA ke Provinsi, di Sidoarjo sudah tidak ada lagi insentif guru yang sebelumnya ada (saat SMA masih dikelola oleh kabupaten/kota),” ungkapnya.

Jika dipaksakan berdirinya sekolah negeri baru tersebut, diprediksi akan berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah siswa di sekolah swasta. Pengurangan siswa tentu berdampak terhadap kesejahteraan para guru swasta.

Selain itu, ketika melihat realita di lapangan kata Anik, banyak sekolah swasta yang dalam kategori tidak ideal. Jumlah siswanya di bawah ketentuan batas minimal, yaitu 60 siswa. Dengan kondisi tersebut, tentu diharapkan adanya kehadiran pemerintah untuk memberikan supporting terhadap sekolah swasta.

“Pemerintah butuh hadir, bukan pendirian sekolah baru. Sekolah baru itu membutuhkan  biaya yang lebih banyak. Tidak cukup tanah, namun butuh sarana dan SDM. Dan itu butuh juga pembekakan anggaran baik APBN/APBD,” sambung Sekretaris DPW PKB Jawa Timur itu.

Maka langkah yang bisa diambil oleh pemerintah kata Anik adalah dengan penguatan peran dan kualitas sekolah swasta yang didukung sarana dan prasarana. Peningkatan kualitas tersebut juga tidak dipungkiri bisa dengan cara melakukan merger sekolah yang berada di bawah batas minimal jumlah siswanya. “Bisa juga dilakukan kerja sama, kolaborasi sekolah negeri dan sekolah swasta. Sehingga pemerintah hanya perlu melengkapi apa yang dibutuhkan saja,” sambungnya.

Lebih lanjut, mantan anggota DPRD Sidoarjo dua periode itu juga tidak menafikkan keinginan sebagian dari masyarakat untuk pendirian sekolah negeri. Hal tersebut menjadi wajar karena bagian dari hak mereka. Namun Anik menilai, keinginan tersebut tidak lepas dari konsekuensi PPDB sistem zonasi yang diterapkan oleh pemerintah. Sistem tersebut perlu untuk kembali di review bersama dalam menciptakan suasana belajar yang berkualitas.

“Sistem perlu direview setidaknya kuotanya diperkecil dan ditambahkan untuk kuota jalur prestasi . Dengan demikian akan ada keadilan di dunia pendidikan,” katanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here