Liputanjatim.com-Peningkatan Pendapatan Daerah (PAD) Jawa Timur yang kini berkurang signifikan karena adanya peraturan opsen pajak antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, membuat pemangku kebijakan harus memutar otak lagi.
Solusi untuk penambahan PAD Jatim, sudah sering disuarakan DPRD Jatim, salah satunya dengan memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Setoran deviden BUMD menjadi item yang diharapkan bisa diandalkan dalam penambahan PAD. Namun sayang, kaitan dengan BUMD yang dimiliki Pemprov Jatim sepertinya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Anggota Komisi C DPRD Jatim Salim Azhar mengatakan, BUMD Jatim masih belum memiliki kinerja yang ideal, untuk dijadian pangkuan PAD Jatim. BUMD yang selama ini diharapkan malah menjadi beban keuangan daerah, dengan tuntutan penyuntikan dana dan semacamnya.
Dalam penataan BUMD, lanjut Salim, DPRD sering ditinggal dan tidak pernah diajak rembuk bareng oleh Pemprov Jatim. Maka tidak heran jika ada kecurigaan bahwa pengisian direksi serta komisaris BUMD tidak dilakukan secara profesional dan terkesan politis. Kecurigaan ini diperkuat dengan kinerja BUMD Jatim yang selama ini buruk, dan dividen yang disetorkan tidak sesuai harapan.
“Kalau yang sudah jalan, hasil seleksi tersebut tidak melibatkan sama sekali anggota DPRD. Artinya pemprov dalam hal ini berjalan sendiri, dengan alasan Perda no 8 tahun 2019 (Tentang BUMD),” ujar Salim, Rabu (30/4/2025).
Politisi PKB ini menuturkan, meski penataan BUMD, termasuk pengisian kursi direksi dan komisaris merupakan dominan Pemprov Jatim, namun penting juga memperhatikan aspirasi DPRD. Peran DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kata Salim, tidak boleh ditinggalkan.
“Harusnya pemprov dalam hal ini melibatkan DPRD, minimal ajak bicara sebelum seleksi itu berjalan. Minimal anggota DPRD dalam hal ini komisi C bisa memberikan masukan-masukan, kriteria-kriteria calon direksi atau komisari di BUMD. Karena selama ini di akui atau tidak kinerja BUMD Jatim masih jauh dari harapan. Mulai pengelolaan sampai pada pendapatan,” kata Salim.
Mantan aktivis PMII menegaskan, jika Perda Jatim no 8 tahun 2019 ini menjadi hambatan untuk melibatkan DPRD dalam penatakelolaan BUMD, maka penting perda tersebut direvisi.
“Maka dari itu kami mengusulkan perubahan perda tersebut. Yang mana dalam proses pemilihan direksi atau komisaris melibatkan pihak legislatif,” pungkasnya.