Drama Perpecahan PDIP Surabaya Setelah Whisnu Sakti Dukung Mahfud Arifin: PDIP Khawatir Eri – Armuji Kalah

Foto Istimewa

Liputanjatim.com – Drama perpecahan di tubuh PDIP Surabaya mulai tercium masyarakat Surabaya. Hal tersebut setelah kader terbaik PDIP Wisnu Sakti Buana memilih mendukung Calon Wali Kota Surabaya Mahfud Arifin -Mujiaman (MA) dibandingkan pasangan Eri-Armuji yang diusung oleh PDIP.

Jalan politik yang dipilih Whisnu tersebut tampaknya membuat DPP PDIP gusar dan tidak terima. PDIP berencana memecat Whisnu karena dianggap tidak sejalan dengan politik partai. Nama lain yang telah dipecat lebih dulu ada Mat Mochtar, kader senior militan PDIP yang lebih memilih mendung Mahfud Arifin.

“Mat Mochtar telah dipecat. Kalau mengaku anggota partai harus memiliki kesadaran berorganisasi. Eri Cahyadi-Armuji adalah calon PDI Perjuangan. Saya tahu persis bagaimana sebelum mengambil keputusan Ibu Megawati melakukan kontemplasi. Bahkan saat itu agar keputusan benar-benar sesuai harapan rakyat Surabaya, sebulan sebelum Eri-Armuji diumumkan, Ibu Mega tidak mau terima tamu, termasuk Bu Risma,” ungkap Ketua DPP PDIP bidang organisasi Djarot Syaiful Hidayat, dikutip dari detik.com. Kamis (19/11/2020).

Drama tidak berhenti di internal PDIP, Djorot juga berusaha membawa nama tim pemenangan MA dengan menuduh menggunakan politik adu domba karena kader terbaiknya berbelok arah mendukung MA.

“MA telah melakukan politik devide et empire ala kolonialisme Belanda. Politik pemecah belah selama masa kolonial selalu dilawan oleh seluruh anak bangsa, termasuk NU, Muhammadiyah, dan PNI saat itu. Jadi rasanya kurang elok kalau tim MA menjalankan politik adu domba, termasuk apa yang dilakukan oleh Mat Mochtar. Sebab itu cara kolonial yang ditentang arek-arek Surabaya,” kata Djarot.

Drama yang terjadi tersebut membuat pengamat politik Ahlur Roiyan berkomentar. Menurutnya, terjadinya perbedaan sikap politik kader dan partai merupakan hal yang wajar dengan berbagai alasan, seperti aspirasi yang tidak diakomodir oleh partai hingga soal like and dislike antar personal kader.

“Kejadian itu wajarlah dalam politik. Bisa saja calon yang diusung oleh partainya tidak sesuai dengan ekspektasi si kader,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Royyan pun mengomentari soal tuduhan Djarot terhadap tim MA menggunakan politik adu domba. Ia menilai bahwa tuduhan tersebut sebagai gambaran bahwa PDIP mulai gelisahan dan khawatir Eri-Armuji akan kalah di 9 Desember mendatang.

“Seperti yang telah terjadi beberapa pilkada, calon yang mulai merasakan akan kalah selalu menjelek-jelekkan calon lawannya, tujuannya adalah untuk mendapatkan simpati dari masyarakat,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here