Lahan Pertanian Jawa Timur Terus Menyusut, Fraksi PDIP Ingatkan Soal Tata Ruang

0

Liputanjatim.com – Ketahanan pangan di Jawa Timur menghadapi tantangan serius seiring terus menyusutnya lahan pertanian produktif dari tahun ke tahun. Ketua Fraksi PDIP DPRD Jatim, Wara Sundary Renny Paramana, menegaskan pentingnya penegakan tata ruang secara konsisten demi melindungi keberlangsungan sektor pertanian.

“Ini warning bagi sektor pertanian kita. Langkah tegas pengurangan lahan pertanian harus dilakukan. Percuma program pertanian diintensifkan kalau lahan terus berkurang,” ujarnya, Minggu 13 Juli 2025.

Menurut data yang diperoleh Fraksi PDIP, konversi lahan pertanian di Jawa Timur mencapai rata-rata 5.212 hektare per tahun. Sebagian besar lahan pertanian bergeser menjadi perumahan, kawasan industri, dan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol.

“Konversi lahan pertanian produktif di Jatim mencapai 5.212 hektare per tahun. Tanpa penguatan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), lumbung pangan desa, dan hilirisasi hasil pertanian rakyat, ketahanan pangan kita akan rapuh,” lanjutnya.

Bunda Renny juga menyoroti bahwa sekitar 35 persen penduduk Jawa Timur masih bergantung pada sektor pertanian. Namun implementasi tata ruang di sejumlah wilayah dinilai belum konsisten.

“Tata ruang harus konsisten dalam menopang ketahanan pangan. Itu urusan tata ruang wilayah masing-masing. Harus dipertahankan untuk pertanian, peternakan, dan ketahanan pangan,” tegasnya.

“Harus tetap ada sanksi yang ditegakkan. Kalau tidak, lahan akan terus menyusut, masyarakat yang paling dirugikan,” imbuh Bendahara DPD PDIP Jatim itu.

Senada dengan itu, Ony Setiawan, anggota Fraksi PDIP yang duduk di Komisi B DPRD Jatim, menyatakan bahwa sejumlah program teknis telah dilakukan untuk menghambat laju penyusutan lahan pertanian. Langkah-langkah itu mencakup intensifikasi pertanian, tumpangsari, pemanfaatan pekarangan, serta pengelolaan lahan di sekitar kawasan hutan bersama Perhutani.

“Ya itu secara teknis sudah dilakukan di Pulau Jawa, Jawa Timur khususnya, seperti intensifikasi, tumpangsari, dan pemanfaatan lahan sekitar hutan. Tapi kalau lahannya terus dikonversi ya ruwet maneh, wilayah hijau habis,” ucap Ony.

Sebagai upaya konkret, Pemprov Jatim pada tahun 2024 telah mengoptimalkan sekitar 80 ribu hektare sawah dengan pola tanam IP400 (empat kali tanam setahun) di beberapa daerah lumbung pangan seperti Lamongan, Bojonegoro, Jember, Banyuwangi, dan Madiun.

“Ini langkah antisipasi. Namun kalau RTRW daerah kota kab masih tidak memihak pertanian. Ya habislah. Penopangnya tidak ada,” tegas Ony.

Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya diversifikasi usaha tani melalui pengembangan peternakan agar lahan non-sawah tetap produktif. Namun ia mengakui bahwa akses terhadap bantuan ternak masih menyulitkan petani di lapangan.

“Tidak semua lahan bisa jadi sawah, makanya diberikan kambing, sapi, dan ayam. Tetapi untuk mendapatkan bantuan ternak itu sangat sulit di lapangan,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini