Liputanjatim.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rifqy Abdul Halim, menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026 yang ditetapkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebesar 5,2% hingga 5,8% tidak cukup mencerminkan ambisi pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang sebesar 8%. Ia menyebutkan bahwa target yang ditetapkan pemerintah terlalu konservatif dan kurang optimis jika dibandingkan dengan komitmen jangka panjang pemerintah.
“Fraksi PKB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2026 lebih optimis sebesar 5,6% sampai 6% atau lebih tinggi dari proyeksi pemerintah,” ucap Gus Rifqy sapaan akrabnya ini dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR pada Selasa (27/5/2025).
Menurut Gus Rifqy, target pertumbuhan 6% dapat tercapai jika pemerintah mampu memperkuat ketahanan ekonomi domestik. Seperti mendorong konsumsi rumah tangga, meningkatkan arus investasi ke dalam negeri yang bersifat padat modal dan padat karya, memperbesar volume ekspor, melakukan penguatan daya beli masyarakat, serta percepatan program makan bergizi gratis (MBG).
“Demikian juga dengan langkah strategis untuk memastikan bahwa hilirisasi dan transformasi digital serta ekonomi berjalan sesuai target dan rentang waktu yang ditetapkan,” kata Rifqy.
Sementara itu, pandangan berbeda disampaikan oleh Fraksi Partai Nasdem. Anggota DPR dari Fraksi Nasdem, Charles Meikyansyah, menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2026 sebesar 5,2% hingga 5,8% merupakan proyeksi yang realistis dan cukup optimis.
“Fraksi Partai Nasdem memberikan perhatian khusus atas kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB, meskipun tumbuh sebesar 4,98% secara tahunan pada tahun 2024, angka ini masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%,” kata Charles.
Menurut Charles, kondisi tersebut mencerminkan daya beli masyarakat yang masih tertekan, terutama di kalangan kelas menengah, akibat meningkatnya pekerjaan informal dan penurunan produktivitas sektoral.
Ia juga menyoroti pentingnya implementasi kebijakan yang tepat sasaran dalam menjaga stabilitas harga, daya beli, dan penciptaan lapangan kerja, serta mendukung pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) untuk menciptakan dampak ekonomi yang luas. “Untuk program MBG diharapkan menciptakan efek pengganda (multiplier effect) dalam bentuk penciptaan lapangan pekerjaan baru dan pangsa pasar baru bagi masyarakat sekitar lokasi di mana makan bergizi gratis berlangsung,” tegasnya.
Charles menekankan bahwa pelaksanaan program pemerintahan perlu dilakukan secara inklusif dan transparan. Dengan memprioritaskan daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) dan daerah dengan tingkat stunting yang tinggi.
“Kami mendorong agar kebijakan ini menggunakan mekanisme distribusi yang berpihak pada pelaku usaha lokal dan komunitas sekolah, melibatkan pemerintah daerah, koperasi, dan UMKM dalam eksekusinya, dimonitor dengan sistem digital yang transparan dan akuntabel serta memprioritaskan daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) dan daerah dengan tingkat stunting yang tinggi,” papar Charles.