Liputanjatim.com – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, menegaskan bahwa sekolah menengah atas (SMA) maupun kejuruan (SMK) tidak diperbolehkan menarik iuran wajib dari siswanya.
Pernyataan itu disampaikan Deni usai menemui langsung siswa SMAN 1 Kampak, Trenggalek, Rabu (27/8/2025). Sehari sebelumnya, ratusan siswa sekolah tersebut menggelar unjuk rasa damai menolak pungutan yang dinilai memberatkan dan tidak transparan.
Kedatangannya sebagai penasihat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim dilakukan secara spontan setelah video aksi siswa viral di media sosial. “Mulai semalam saya dapat kiriman video dan pemberitaan unjuk rasa. Tugas adik-adik seharusnya belajar, jadi saya datang untuk mendengar aspirasi langsung,” ujarnya.
Di halaman sekolah, Deni duduk bersama para siswa dan mendengarkan keluhan mereka terkait kewajiban membayar iuran Rp65 ribu per bulan, Rp500 ribu setiap tiga tahun, serta pemberian sedekah saat pengambilan rapor. Beban ini dinilai berat, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
“Kami hanya ingin kejelasan. Dana yang kami bayarkan harus jelas penggunaannya. Kalau ada iuran, seharusnya dikomunikasikan dengan wali murid,” ungkap salah satu siswa.
Menanggapi hal tersebut, Deni menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia menekankan bahwa iuran wajib di SMA maupun SMK tidak dibenarkan.“Boleh ada sumbangan, tapi harus transparan, ada proposal, anggaran jelas, pelaksanaan seperti apa, LPJ seperti apa,” tegasnya.
Deni berjanji akan berkoordinasi dengan Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Pendidikan Jatim. Jika tidak ada penyelesaian, persoalan ini akan ia sampaikan langsung kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Sebelumnya, sekitar 300 siswa SMAN 1 Kampak melakukan aksi damai sejak pukul 06.30 hingga 10.00 WIB. Mereka membawa poster dengan tulisan kritis, salah satunya berbunyi “Siswa Bertindak, Tempat Koruptor di Penjara Bukan di Sekolah.”
Dalam aksinya, siswa mengajukan 10 tuntutan. Antara lain, transparansi pengelolaan dana komite dan amal jariyah, penghapusan pungutan tidak wajar, pemberian kwitansi untuk setiap pembayaran, pengembalian potongan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP), hingga penyediaan fasilitas lomba serta apresiasi bagi siswa berprestasi. Mereka juga mengancam akan mogok sekolah jika tuntutan tidak dipenuhi.
Aksi ini mendapat sorotan luas karena memperlihatkan keberanian siswa menyuarakan haknya. Deni berharap peristiwa di SMAN 1 Kampak bisa menjadi momentum perbaikan tata kelola keuangan pendidikan di Jawa Timur.
“Ini bisa jadi fenomena gunung es. Orang tua siswa se-Jawa Timur silakan menyampaikan unek-uneknya. Kita perbaiki bersama agar program peningkatan mutu berjalan baik tanpa membebani siswa,” pungkasnya.