Liputanjatim.com – Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia membeberkan hasil temuannya tentang persepsi pemilih pemula dan muda (generasi Z dan millenial) terhadap permasalahan krisis iklim di Indonesia. Rupanya, dari hasil temuan yang didapat mengatakan bahwa anak muda kini lebih peduli terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim.
Survei tersebut dilakukan nasional dengan kerja sama antara Yayasan Indonesia Cerah dan Indikator Politik Indonesia pada 9-16 September 2021. Metode survei itu dilakukan pemilih rentang usia 17-35 tahun yang tersebar di seluruh Indonesia ketika survei dilakukan.
Penarikan sampel menggunakan metode stratified multistage random sampling. Adapun jumlah sampel sebanyak 4.020 responden terdiri atas 3.216 responden usia 17-26 tahun dan 804 responden usia 27-35 tahun.
Asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 3.216 responden usia 17-26 tahun memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 1,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 804 responden usia 27-35 tahun memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Asumsi metode stratified random sampling, ukuran sampel 4.020 responden usia 17-35 tahun memiliki toleransi kesalahan (margin of error) 2,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
“Survei ini mengambil sampel sebanyak 4.020 (responden), jadi survei Cerah dan Indikator menurut sepengetahuan saya adalah survei pemuda pemula paling masif yang pernah ada di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat konferensi pers yang disiarkan di YouTube Indikator Politik Indonesia, Rabu (27/10/2021).
Dalam survei itu responden diberi pertanyaan, ‘Apakah Anda/Saudara tahu atau pernah dengar istilah perubahan iklim?…(%)’. Adapun semua responden (baik usia 17-26 tahun dan 27-35 tahun) menjawab ‘ya’ 82%, kelompok usia 17-26 tahun 85%, kelompok usia 27-35 tahun 79%.
“Secara umum, tingkat kesadaran dari pemilih muda dan pemula dari kalangan Gen-Z dan milenial lintas partai politik atas isu perubahan iklim sudah sangat tinggi mencapai 82%. Pemilih kelompok usia Gen-Z bahkan menunjukkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi (85%) dibanding pemilih kelompok usia milenial (79%),” kata Burhanuddin.
Dalam survei tersebut, ditemukan kecenderungan tingkat kesadaran atau awareness serta kekhawatiran atas berbagai isu krisis iklim masih didominasi oleh responden pemilih Gen-Z dan milenial dengan latar belakang gender perempuan, pendidikan, dan pendapatan tinggi (SLTA dan Kuliah), kalangan profesional, serta tinggal di perkotaan dan mendominasi semua pemilih muda lintas partai di 2019.
Adapun mayoritas responden Gen-Z dan milenial juga memandang krisis iklim sebagai akibat ulah manusia dan perlu segera diatasi (61%). Sedangkan hanya 3% dari responden pemilih muda di Indonesia yang termasuk dalam kelompok ‘dismissives’ menganggap krisis iklim bukan ulah manusia dan tidak perlu dikhawatirkan. Hampir tidak ditemukan responden yang termasuk dalam kelompok penyangkal perubahan iklim (1%).
Kemudian, dalam survei itu, juga ditemukan dukungan dari pemilih muda Gen-Z dan milenial lintas parpol agar pemerintah segera beralih dari pembangkit energi tenaga fosil serta berinvestasi dalam pengembangan EBT (energi baru terbarukan) seperti pembangkit energi tenaga surya dan angin.
Kemudian, temuan rilis itu menunjukkan mayoritas pemilih kelompok usia Gen-Z dan milenial (81%) lintas partai politik di Pileg 2019 lalu secara meyakinkan mayoritas menjawab perlindungan dan pelestarian lingkungan harus diutamakan meski harus memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, temuan survei itu menunjukkan persepsi pemilih muda atas tingkat perhatian partai politik di Indonesia dalam mengatasi krisis iklim masih rendah. Mayoritas responden menilai tidak ada partai politik yang dominan dipersepsi oleh pemilih pemula memberikan perhatian yang cukup hingga kini terkait isu krisis iklim atau pelestarian lingkungan.
“Di kelompok usia 27-16 tahun, PSI pun rendah, PAN, PKS, NasDem, PDIP rendah di kelompok Gen-Z. Usia 27-35 tahun overall tidak ada perbedaan, secara umum anak muda kelompok generasi Z 27-35 tahun maupun generasi milenial memandang partai-partai kita belum menjadikan isu lingkungan dan perubahan iklim sebagai isu utama,” kata Burhanuddin.
Atas temuan itu, Burhanuddin menilai hal tersebut merupakan peluang strategis bagi partai politik untuk mulai melibatkan berbagai stakeholder masyarakat sipil dalam penyusunan agenda krisis iklim ke dalam platform partai untuk menarik perhatian dan fokus dari blok strategis pemilih muda dan pemula kalangan Gen-Z dan milenial yang mencapai sekitar 80 juta atau 40% dari populasi pemilih di Pemilu 2024.
“Semoga saja apa yang kami sampaikan bisa dicermati, bisa ditangkap, bisa dijadikan bahan pertimbangan buat publik kita secara umum, buat elite partai kita agar lebih menyerap aspirasi anak muda, 1 segmen yang akan menjadi piramida sumber pemilih terbesar dalam waktu-waktu yang akan datang,” tandasnya.