Pendapat Fraksi PKB Soal BUMD Jatim, DPRD Harus Dilibatkan Penuh

Liputanjatim.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPRD Jawa Timur menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Perda Nomor 8 Tahun 2019 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Catatan tersebut disampaikan dalam rapat paripurna yang membahas lanjutan pembahasan raperda tersebut di Gedung DPRD Jawa Timur pada Kamis (22/5/2025).

Juru bicara F-PKB DPRD Jawa Timur, Salim Azhar mengatakan, pihaknya memandang bahwa BUMD merupakan salah satu instrumen strategis pemerintah provinsi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, memperluas akses pelayanan publik, serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

“Setiap regulasi menyangkut BUMD harus menjamin pelaksanaan prinsip, transparansi, akuntabilitas dan keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat. Untuk itu F-PKB menyampaikan beberapa catatan,” ujar Salim.

Pertama, F-PKB menilai perubahan aturan tentang penyertaan modal dalam Pasal 8 yang lebih rinci dan terukur merupakan langkah maju. Fraksi PKB mendukung bahwa penyertaan modal harus melalui proses konsultasi, hasil analisis investasi, dan rencana bisnis kepada alat kelengkapan DPRD yang membidangi BUMD.

Namun demikian, F-PKB mengingatkan bahwa analisis investasi dan rencana bisnis yang diajukan kerap hanya menyajikan proyeksi keuntungan yang sifatnya spekulatif.

“Oleh karena itu, selain analisis investasi dan rencana bisnis, penambahan modal BUMD dan pembelian saham pada Perseroda lain seharusnya juga disertai dengan analisis risiko beserta rencana mitigasinya. Dengan demikian keputusan yang diambil lebih holistik dan dapat menghindarkan BUMD dari potensi kerugian yang tidak terduga,” tegasnya.

Kedua, terkait pembentukan anak perusahaan BUMD, Fraksi PKB sepakat bahwa laporannya harus disampaikan kepada DPRD. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban mengingat aset dan kepentingan rakyat yang terlibat di dalamnya.

“DPRD sebagai representasi rakyat dan lembaga yang memiliki fungsi pengawasan harus diberikan akses penuh terhadap laporan mengenai pembentukan anak perusahaan BUMD,” jelas Salim.

Ketiga, RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan) dan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) BUMD dinilai bukan hanya mencerminkan visi dan misi perusahaan, tetapi juga memengaruhi pengelolaan aset dan sumber daya daerah.

“Oleh karena itu, F-PKB berpendapat bahwa penting untuk memastikan proses penyusunan dan perubahan RJPP serta RKAP BUMD dikonsultasikan dengan DPR agar setiap kebijakan yang diambil dapat berjalan sesuai dengan prinsip akuntabilitas, transparansi dan berpihak pada kepentingan masyarakat,” paparnya.

Keempat, F-PKB menyoroti ketidakseimbangan komposisi panitia seleksi dalam pemilihan anggota dewan pengawas, komisaris, dan direksi BUMD sebagaimana tercantum dalam Pasal 94 Ayat 4 huruf a.

“Perangkat daerah, unsur independen atau perguruan tinggi tidak dituliskan jumlahnya, sedangkan unsur DPRD dibatasi dengan jumlah satu orang. Untuk itu, F-PKB meminta agar tidak ada pembatasan jumlah panitia seleksi dari unsur DPRD sebagaimana pengaturan pada unsur lainnya,” katanya.

Kelima, terkait Pasal 22 dalam Raperda yang mengatur pembagian laba untuk dividen dan bonus, F-PKB menilai bahwa porsi tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) hanya diprioritaskan untuk UMKM atau koperasi tanpa target yang jelas.

“Dengan demikian F-PKB mengusulkan alokasi persentase cocok minimal 15% untuk program tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dengan peruntukan yang lebih luas, tidak hanya sektor UMKM dan koperasi namun juga pendidikan, kesehatan dan pelestarian lingkungan,” ucap Salim.

Keenam, fraksi ini juga meminta agar kerja sama pendayagunaan aset tetap harus mendapat persetujuan DPRD dan diaudit secara berkala.

“Dengan begitu akan lebih terkontrol, dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Ini juga akan memperkuat pengawasan serta mengurangi potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.

Ketujuh, F-PKB menyoroti tidak ditemukannya klausul dalam Pasal 22C yang mengharuskan penyampaian laporan dari pengawas atau komisaris dan direksi kepada DPRD, sebagaimana disebutkan dalam bagian penjelasan Raperda. “Mohon menjadi perhatian,” ujarnya.

Kedelapan, fraksi ini mendukung kelanjutan pembahasan Raperda bersama Komisi C DPRD Jatim sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola BUMD di provinsi ini.

“Harapannya, melalui pembahasan yang mendalam dan konstruktif akan menghasilkan pengaturan yang efektif, akuntabel dan dapat mendorong pengelolaan BUMD yang transparan dan berorientasi kepada kepentingan rakyat,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here