Hikmah Bafaqih: Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak Harus Akui Luka Sejarah

0

Liputanjatim.com – Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menegaskan pentingnya pendekatan berbasis keadilan dan rekam sejarah dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Perempuan dan Anak.

Menurutnya, persoalan kekerasan berbasis gender, khususnya terhadap kelompok rentan, tidak semata-mata soal hukum formal, melainkan juga berkaitan dengan keberanian moral untuk mengakui luka masa lalu.

“Kekerasan terhadap perempuan dan anak itu bisa terjadi di mana saja. Tapi ketika terjadi dalam skala besar, seperti tahun 1998, itu bukan lagi soal insiden. Itu tragedi sejarah,” kata Hikmah, Senin (23/6/2025).

Ia mengungkapkan bahwa masih banyak pihak yang enggan membicarakan peristiwa-peristiwa kelam tersebut secara terbuka. Karena itu, ia mendorong agar negara membuka ruang bagi riset, pendataan ulang, dan konfirmasi langsung dari para saksi yang masih hidup.

“Bagi korban dan keluarganya, ini bukan soal ingin dikenang sebagai penderita. Ini soal pengakuan. Bahwa mereka pernah ada, pernah disakiti, dan negara harus hadir, meski telat,” ujarnya.

Hikmah menyebut bahwa tragedi 1998 menjadi bukti nyata bagaimana perempuan dari kelompok etnis tertentu menjadi sasaran kekerasan seksual secara sistematis. Menurutnya, negara harus mengambil pelajaran dari peristiwa itu dan menyusun langkah mitigasi jangka panjang untuk mencegah kekerasan serupa di masa mendatang.

“Kita tidak berharap itu terjadi lagi. Tapi kalau tidak disiapkan, bukan mustahil kita gagap saat konflik muncul. Negara harus punya prosedur jelas, bukan cuma reaktif,” katanya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan dibentuknya tim pencari fakta baru untuk menggali kebenaran masa lalu, Hikmah menyerahkannya kepada pemerintah pusat. Namun ia mengingatkan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral untuk tidak mengabaikan suara masyarakat.

“Saksi hidup masih banyak. Jadi kalau itu dihapus atau dianggap rumor, itu kejam,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menekankan peran penting akademisi dalam merekonstruksi sejarah secara jujur dan objektif, tanpa unsur dramatisasi atau kepentingan politik.

“Sejarah itu ditulis apa adanya. Analisis dan pelajaran ada di kita. Kalau peristiwanya menyakitkan, ya tetap harus ditulis. Itu bekal kita ke depan,” ujar legislator asal PKB ini.

Hikmah menegaskan bahwa semangat dari Raperda ini harus mencakup perlindungan menyeluruh, baik secara hukum maupun nilai-nilai kemanusiaan dan memori kolektif bangsa.

“Kalau kita sungguh ingin melindungi perempuan dan anak, jangan cuma sekarang. Lindungi juga mereka yang pernah jadi korban dan ditinggalkan sejarah,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini