Liputanjatim.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas peredaran rokok ilegal. Sebanyak 8,5 juta batang rokok ilegal dengan nilai Rp12,6 miliar resmi dimusnahkan oleh Bea Cukai Bojonegoro, Selasa (26/8/2025).
Barang kena cukai hasil tembakau (BKCHT) tersebut merupakan hasil dari 30 kali penindakan yang dilakukan sepanjang Januari hingga Juli 2025.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Bojonegoro, Iwan Hermawan, menegaskan bahwa barang yang dimusnahkan telah berstatus Barang Milik Negara (BMN) sesuai Undang-Undang Cukai, dan pemusnahannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
“BKCHT ilegal yang dimusnahkan hari ini merupakan hasil 30 kali penindakan Bea Cukai Bojonegoro selama Januari hingga Juli 2025, sebanyak 8.521.924 batang rokok dengan nilai Rp12,6 miliar. Dari 30 penindakan tersebut, satu perkara sudah P21 dan siap disidangkan,” jelas Iwan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemusnahan ini bukan hanya untuk menegakkan aturan, tetapi juga demi menciptakan iklim perdagangan yang sehat, melindungi masyarakat dari bahaya rokok ilegal, serta mendukung keberlangsungan industri tembakau nasional.
Namun, Iwan mengingatkan bahwa tugas memberantas rokok ilegal tidak bisa hanya dilakukan oleh Bea Cukai. Wilayah pengawasan Bojonegoro dan Tuban yang dilalui Jalur Pantura, Jalur Tengah, hingga Jalur Selatan, memiliki kerawanan tinggi terhadap distribusi barang ilegal.
“Oleh karena itu, dukungan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, media, hingga masyarakat sangat penting untuk menggempur peredaran rokok ilegal yang merugikan negara dan masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil DJBC Jawa Timur I, Untung Basuki, menambahkan bahwa keberhasilan menekan rokok ilegal tidak lepas dari peran serta masyarakat. Jawa Timur, menurutnya, adalah penyumbang terbesar penerimaan negara dari cukai rokok.
“Di Jawa Timur sendiri, penerimaan negara dari cukai rokok mencapai sekitar Rp138 triliun, belum termasuk pajak lainnya,” ungkap Untung.
Ia juga menekankan bahwa penerimaan cukai bukan hanya angka, melainkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk program prioritas pemerintah.
“Manfaatnya kembali ke masyarakat, dengan alokasi 40 persen untuk kesehatan, 50 persen untuk kesejahteraan, dan 10 persen untuk penegakan hukum,” pungkasnya.