
Liputanjatim.com – Komisi B DPRD Kabupaten Jember menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Perhutani KPH Jember dan para pelaku UMKM Pedagang Jatian Centre Kaliputih, Rambipuji, Senin (16/6/2025). Rapat ini difasilitasi langsung oleh Komisi B, yang dihadiri oleh perwakilan ADM Perhutani Jember serta para pedagang yang terdampak rencana pelebaran jalan provinsi.
Sekertaris Komisi B, Nurhuda Candra Hidayat, menegaskan bahwa rapat ini merupakan upaya nyata dewan untuk mencarikan solusi bagi para pedagang kecil yang kehilangan tempat usaha akibat proyek pelebaran ruas jalan provinsi Balung-Rambipuji. “Kami dari Komisi B dalam posisi mendengarkan dan mencarikan solusi. Karena faktanya, warung-warung ini sudah digusur, dan mereka tidak punya tempat berjualan lagi,” tegas Nurhuda.
Sebanyak kurang lebih 20 pelaku UMKM yang sebelumnya berjualan di bahu jalan Kaliputih terpaksa membongkar warungnya karena tenggat penggusuran dari Pemprov Jatim yang berakhir 30 Mei 2025. Mereka sempat kesulitan mendapatkan lokasi baru, dan satu-satunya harapan saat itu adalah area milik Perhutani, tepatnya di kawasan TPK (Tempat Penitipan Kayu). Namun, lahan tersebut belum memiliki izin resmi untuk digunakan.
Dalam rapat yang berlangsung sekitar satu jam itu, akhirnya ditemukan titik terang. Wakil ADM Perhutani yang hadir dalam forum tersebut menyatakan bersedia memberikan izin penggunaan lahan milik Perhutani di sisi kanan jalan arah Rambipuji–Balung sebagai lokasi baru bagi UMKM. Tentu saja, dengan syarat mereka mematuhi aturan Perhutani agar area tersebut tetap rapi dan tidak kumuh.
Nurhuda menuturkan bahwa langkah persuasif Komisi B berhasil membuka jalan keluar bagi para pelaku usaha kecil tersebut. “Alhamdulillah, setelah kami dari Komisi B membangun komunikasi dan merayu Perhutani, akhirnya mereka berkenan menyediakan lahannya. Ini perjuangan bersama, dan kami ingin UMKM tetap bisa hidup dan berkembang meskipun tempat mereka sebelumnya sudah digusur,” tambahnya.
Nurhuda juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, instansi kehutanan, dan masyarakat dalam menghadapi dampak kebijakan pembangunan. Ia berharap langkah ini bisa menjadi model penanganan sosial dalam proyek-proyek infrastruktur ke depan, agar kepentingan warga kecil tidak terabaikan.
“Intinya kami tidak ingin ada korban dari pembangunan. Kalau ada penggusuran, maka solusinya harus disiapkan. Kami akan terus kawal agar UMKM yang sudah direlokasi ini juga mendapat kepastian dan fasilitas memadai,” tutupnya.