Liputanjatim.com — Sebanyak 16 kabupaten/kota di Jawa Timur tercatat belum melaksanakan program Universal Health Coverage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Semesta. Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menilai kondisi ini disebabkan oleh beragam faktor, mulai dari keterbatasan anggaran hingga kebijakan daerah yang belum mengarah pada penerapan UHC.
“Alasannya macam-macam. Misalnya Kabupaten Malang, mereka sempat mencoba menerapkan UHC, tapi dana yang dialokasikan tidak cukup menutupi kebutuhan. Akibatnya terjadi kegaduhan, karena di tengah jalan program mandek dan banyak layanan yang akhirnya terhenti,” ungkapnya.
Hikmah juga menyoroti adanya daerah dengan kemampuan fiskal yang memadai, namun belum mengadopsi kebijakan UHC. Salah satunya adalah Kabupaten Kediri. “Ini harus ditelusuri lebih jauh. Padahal, kalau dilihat dari sisi anggaran, Kediri kuat, pertanyaannya, apa yang membuat mereka belum menerapkan UHC?” ujarnya.
Politisi PKB tersebut menegaskan, UHC sangat berpihak kepada masyarakat karena memberikan akses layanan kesehatan gratis. Namun, ia mengingatkan bahwa keberhasilan UHC juga perlu diimbangi dengan langkah promotif dan preventif agar beban klaim BPJS Kesehatan tidak membengkak.
“UHC memberikan kepastian bahwa seluruh masyarakat dicover oleh BPJS. Tapi yang terpenting adalah promosi kesehatan. Kalau BPJS Kesehatan belum menunjukkan pos anggaran untuk kegiatan promosi kesehatan. Bagaimana pun caranya klaim BPJS akan tinggi karena tingkat masyarakat yang sakit juga tinggi,” jelasnya.
“Kalau mau menurunkan klaim, ya harus dicegah agar masyarakat tidak sakit. Dengan cara promosi kesehatan, penyuluhan gizi di sekolah, kunjungan ke pesantren, pendampingan lansia dan disabilitas secara rutin, serta edukasi penyakit endemik seperti demam berdarah. Sayangnya, kegiatan-kegiatan itu tidak masuk dalam pembiayaan BPJS,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, program promotif dan preventif saat ini masih sangat bergantung pada anggaran dari Unit Kesehatan Masyarakat (UKM) yang dikelola Kementerian Kesehatan. “Ketika dana yang tersedia sangat terbatas. Akibatnya, puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan, justru lebih banyak menunggu pasien datang dalam kondisi sakit, daripada aktif melakukan pencegahan.
“Kalau pola ini terus berlanjut, tidak peduli seberapa besar anggaran BPJS, tetap saja akan jebol. Beban layanan meningkat, rumah sakit mengeluh soal pending klaim, dan pembayaran terlambat,” jelasnya.
Komisi E DPRD Jatim menegaskan, prioritas utama adalah membangun kesadaran dan kebiasaan hidup sehat di masyarakat. “Dan ini perlu didanai dari manapun. UHC atau tidak menjadi tidak penting,” pungkasnya.