Liputanjatim – Bareskrim Polri mengungkap jaringan distribusi konten pornografi dan eksploitasi seksual anak melalui media sosial Facebook. Dalam pengungkapan ini, enam orang pelaku berhasil diamankan dari sejumlah wilayah di Indonesia.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, bekerja sama dengan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Polda Metro Jaya, mengungkap kasus kejahatan seksual daring yang melibatkan anak-anak. Kasus ini mencuat setelah viralnya konten asusila dalam grup Facebook bernama Fantasi Sedarah dan Suka Duka, yang berisi unggahan foto dan video bermuatan incest serta eksploitasi anak.
“Media sosial kini menjadi ruang yang sangat rawan disalahgunakan untuk menyebarkan konten pornografi, termasuk terhadap anak-anak. Kami telah menindak 17 kasus dan menangkap 37 tersangka sepanjang tahun ini,” ungkap Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (21/5/2025).
Penyidikan kasus ini berawal dari tiga laporan polisi yang diterbitkan pada 16 Mei 2025. Melalui proses profiling dan pemantauan terhadap akun-akun mencurigakan, penyidik berhasil mengamankan enam pelaku dari wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Lampung. Salah satu pelaku berinisial MR diketahui merupakan admin sekaligus pendiri grup Fantasi Sedarah sejak Agustus 2024.
Dalam penggerebekan, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa delapan unit telepon genggam, satu laptop, satu komputer pribadi, tiga akun Facebook, lima akun email, serta ratusan konten digital bermuatan pornografi anak.
Para pelaku dijerat dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman mencapai 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp6 miliar.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO, Brigjen Pol Dr Nurul Azizah, menyampaikan bahwa sebagian korban berusia antara 7 hingga 12 tahun. Modus para pelaku adalah memanfaatkan kedekatan hubungan keluarga maupun lingkungan sekitar untuk melakukan pelecehan seksual dan merekam aksi tersebut.
“Kami temukan korban anak di Jawa Tengah dan Bengkulu. Mereka menjadi sasaran pelaku yang memiliki relasi keluarga atau tetangga. Untuk pemulihan, kami menerapkan pendekatan ramah anak dan melibatkan psikolog klinis,” jelas Brigjen Pol Nurul Azizah.
Saat ini, Polri tengah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta sejumlah instansi terkait guna memastikan pemulihan korban secara menyeluruh, mencakup rehabilitasi medis, pendampingan hukum, hingga penyediaan rumah aman.
Brigjen Pol Nurul Azizah mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan konten tersebut. “Mari bersama menjaga ruang digital dari konten-konten merusak dan melindungi anak-anak dari kejahatan seksual,” ujarnya.