PKB Nilai Sistem Pemilu Tak Stabil, Usul Pilkada Dikembalikan ke DPRD

0

Liputanjatim.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI kembali menyuarakan evaluasi terhadap sistem pemilihan umum di Indonesia. Menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2025 tentang pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, PKB menilai bahwa sistem pemilu saat ini belum memberikan stabilitas politik yang diharapkan.

Ketua Dewan Pengurus Pusat PKB yang juga Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid, menilai bahwa mekanisme Pilkada langsung yang diterapkan selama ini menimbulkan berbagai kerumitan dan biaya politik yang tinggi. Oleh karena itu, pihaknya tengah mengkaji usulan agar pemilihan kepala daerah kembali dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD.

“PKB menghormati putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Namun, kami juga melihat banyak kontroversi dan pertanyaan yang muncul terkait keputusan tersebut. Maka dari itu, kami akan mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat saat membahas RUU Pemilu mendatang di DPR,” ujar Gus Jazilul, sapaan akrabnya, Kamis (10/7/2025).

Gus Jazil menekankan bahwa perubahan mekanisme Pilkada ini penting dipertimbangkan karena semakin banyak kewenangan kepala daerah yang saat ini berada di tangan pemerintah pusat. Hal tersebut, menurutnya, membuat urgensi pemilihan langsung oleh rakyat menjadi berkurang.

“Pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan lebih efisien dan efektif, terutama karena banyak kewenangan kepala daerah yang kini sudah dikembalikan ke pemerintah pusat. Dengan demikian, kita bisa mengurangi kerumitan sistem Pemilu yang selama ini dianggap tidak stabil dan menghabiskan banyak biaya,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sejak era reformasi bergulir, belum ada sistem pemilu yang benar-benar mapan diterapkan di Indonesia. Karena itu, menurutnya, penting bagi seluruh elemen bangsa untuk melakukan refleksi dan pembenahan terhadap sistem demokrasi dan pemilu nasional.

“Kami mengajak semua pihak, mulai dari akademisi, masyarakat sipil, hingga konstituen PKB, untuk memberikan masukan yang konstruktif dalam menentukan arah kebijakan pemilu ke depan. Diskusi publik akan menjadi forum penting bagi kami untuk mendengar aspirasi masyarakat,” tambahnya.

Gus Jazil juga menyoroti potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD sebagai konsekuensi dari putusan MK tersebut. Ia menyatakan bahwa hal ini bisa menimbulkan perdebatan hukum dan potensi pelanggaran terhadap konstitusi yang membatasi masa jabatan legislatif.

“Situasi ini akan memunculkan masa transisi yang jika tidak disikapi dengan tepat akan memicu kerawanan politik,” jelasnya.

Menurut Gus Jazil, niat Mahkamah Konstitusi dalam memisahkan jadwal pemilu memang patut diapresiasi. Namun ia mengingatkan bahwa kebijakan tersebut terkesan tidak mempertimbangkan aspek sosial dan politik yang berkembang di masyarakat.

“Betapa rumitnya ketika di sana ada masa transisi untuk anggota DPRD. Ini bagaimana kalau di-PJ, kan tidak mungkin, kalau diperpanjang bisa bertentangan dengan UUD 1945 yang jelas membatasi masa jabatan dari Pemilu hanya lima tahun,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini