Liputanjatim.com – Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Hartono, menyoroti defisit besar dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur tahun 2025 yang mencapai lebih dari Rp4 triliun. Defisit tersebut dipicu oleh kebijakan diskon opsen pajak daerah.
Menurut Hartono, Komisi C kini fokus mencari solusi untuk menutup kekurangan itu dengan mengoptimalkan aset daerah dan meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Aset kita sebenarnya besar, tapi optimalisasinya kurang. Karena itu kami dorong BPKAD melakukan pendataan, administrasi, hingga sertifikasi aset. Kalau sudah jelas statusnya, baru bisa dimanfaatkan secara optimal,” jelasnya.
Hartono menegaskan, Komisi C saat ini juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap BUMD di Jawa Timur. Tidak hanya lewat rapat, tetapi juga turun langsung meninjau kinerja induk usaha maupun anak perusahaan.
“Alhamdulillah, sudah mulai terlihat potensi BUMD yang bisa ditingkatkan. Yang belum optimal, akan kami evaluasi agar kinerjanya lebih baik,” tambahnya.
Selain itu, Komisi C tengah membahas berbagai Raperda. Dari 22 rancangan perda tahun ini, sembilan di antaranya menjadi tanggung jawab Komisi C. Salah satunya terkait BUMD yang membutuhkan perubahan nomenklatur untuk membuka kontrak kerja baru. Namun, pembahasan terhambat karena masih ada direktur yang berstatus Plt (Pelaksana Tugas).
Terkait sektor perbankan daerah, Hartono yang juga anggota Fraksi Partai Gerindra itu menyampaikan bahwa Komisi C telah menyetujui pinjaman Rp300 miliar untuk BPR. Pinjaman ini diharapkan dapat menekan biaya bunga serta memperluas akses pembiayaan masyarakat. Selain itu, ada rencana penambahan modal BPR yang akan dibahas bertahap hingga 2026, sesuai arahan OJK dan kondisi keuangan daerah.
Hartono menekankan bahwa setiap penambahan modal maupun penguatan BUMD harus didasarkan pada perhitungan bisnis yang matang.
“Kalau hitungan bisnisnya masuk dan dana tersedia, tentu bisa kita dukung. Tapi kalau dana kita defisit dan hitungan bisnis tidak jelas, ya untuk apa ditambah,” tegasnya.
Komisi C juga mendorong perbaikan aplikasi pencatatan aset daerah. Hartono menilai sistem yang ada saat ini masih sebatas administrasi dan belum mampu memberikan analisis potensi pemanfaatan aset.
“Idealnya aplikasi itu bisa menunjukkan lokasi, luas, dan potensi bisnis dari aset. Jadi orang luar pun bisa melihat peluang investasi secara jelas,” pungkasnya.