Isu Telur Mengandung Dioxin Hanyalah Politisasi Ekonomi

Liputanjatim.com – Masyarakat Jawa Timur dihebohkan dengan isu telur yang mengandung dioxin (senyawa kimia  beracun yang terbentuk dari hasil pembakaran sampah dan bahan bakar). Namun isu tersebut ditepis oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Anik Maslachah. Politisi PKB itu mengatakan bahwa dirinya pada hari Minggu (17/11/2019) mendampingi Menteri Desa Abdul Halim Iskandar dan juga bersama Bupati Sidoarjo Saiful Illah terjun lansung ke Desa Tropodo –Krian Sidoarjo tempat produksi tahu yang diduga ampasnya menjadi makanan ayam produksi telur yang mengandung dioxin.

Hasil sidak tersebut memperoleh informasi bahwa pengusaha tahu menggunakan bahan bakar sampah dari pabrik kertas Pakerin Mojokerto,yang sebagian besar berupa plastik sisa-sisa kertas impor dari US. Berdasarkan pengakuan dari pengusaha, Kata Anik, pabrik usaha tahu tersebut sudah didatangi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Menteri Lingkungan Hidup. Dari hal tersebut dapat informasi bahwa bahan bakar yang digunakan tidak mempunyai dampak yang membahayakan. Namun yang menjadi titik masalah ada pada hasil pembakaran yang berupa asap berwarna hitam. Sebab isu terkait dengan telur yang mengandung dioxin hanyalah isu belaka.

Terlebih lagi, Kepala Desa Tropodo Ismail kata Anik,  mengaku bahwa di desanya tidak ada peternak ayam telur dan yang ada hanyalah peternak bebek.  “Itupun bebek produkai daging, bukan telur  yang memang sumber makanannya adalah ampas tahu,”  katanya menirukan apa yang disampaikan oleh kepala desa.

Untuk itu, Anik kembali menyampaikan kepada media bahwa isu telur ayam mengandung dioxin adalah  bagian dari politisasi ekonomi  yang menginginkan peternak ayam di Jatim khususnya Sidoarjo gulung tikar. “Saya minta masyarakat tidak termakan isu tersebut,” imbuhnya.

Sidak yang sempat Anik lakukan tersebut akan ada tindaklanjutnya, yaitu melakukan sidak lanjutan ke pabrik kertas pakerin untuk mengetahui alasan mengapa sampai impor bahan baku kertas. Sekaligus untuk mengetahui dampak negatif terhadap kesehatan dari sampah yang berjenis plastik itu. “Tentu ini kerjasama DLH kabupaten dan provinsi untuk melakukan uji laboratorium. Kalau memang hasilnya benar memgandung unsur B3, tentu pemerintah harus memberi sanksi pada pabrik dimana sampahnya harus dibuang di tempat khusus, yang hingga saat ini baru ada di cilengsi jateng,” terangnya.

Ia mengkritik  kebijakan pabrik yang menjual limbah berbentuk sampah tersebut kepada  masyarakat.

Terlepas dari itu, Anik berharap kepada pemerintah untuk mencari solusi baru yang ramah terhadap lingkungan terkait dengan bahan bakar tahu.  Bahan bakar pengganti tersebut tentu harus terjangkau dan penggunaan yang efisien untuk pengusaha tahu  sekaligus untuk menekan biaya produksi. “Karena kalau tidak kompetitif dipasaran, lagi-lagi dampaknya pengusaha bisa gulung tikar atau masyarakat akhirnya belinya mahal,” ujarnya.

Karena itu, Anik menganggap  perlu  adanya intervensi dari pemerintah agar pengrajin atau pengusaha bisa bertahan dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan pasar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here